Inforakyat, Tanjungpinang- Ketua Komisi II DPRD Kepri Ing Iskandar mengatakan, polemik dana hibah Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) yang terus bergulir harus diselesaikan dengan musyawarah, dan mengedepankan ketentuan yang berlaku sebagai dasar mengambil keputusan.
“Permasalahan yang dipicu keraguan Kepala Disdik Kepri memberi rekomendasi pencairan dana hibah UMRAH harus diakhiri dengan cara musyawarah. Duduk, rapatkan dengan orang-orang yang paham dalam anggaran untuk mendapatkan solusi,” kata Ing Iskandar, Kamis (8/9).
Menurutnya, Pemerintah pusat dan Pemprov Kepri memiliki kepentingan terhadap UMRAH dan kampus lainnya di wilayah Kepri, terutama dalam meningkatkan sumber daya manusia.
“Disdik Kepri dan UMRAH harus menyamakan persepsi dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Ikuti peraturan pemberian hibah dan bantuan sosial,” ujarnya.
Iskandarsyah mengungkapkan hasil telaahnya terhadap permasalahan hibah UMRAH. Dimulai dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 12 tahun 2012 yang ditetapkan 3 April 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja UMRAH.
Peraturan itu tidak secara khusus menerangkan soal pendanaan. Sebagaimana pada bagian menimbang ditegaskan “sebagai tindak lanjut Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pendirian UMRAH, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Organisasi dan Tata Kerja UMRAH.
Permendikbud Nomor 12 tahun 2012 tertanggal 3 April 2012 ini bukan ketentuan yang membatasi pendanaan dari pemprov hanya untuk 5 tahun, tetapi lebih kepada proses maksimal 5tahun peralihan dari kepemilikan dari Yayasan Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau kepada Kemendiknas.
Pada ayat 2 ditegaskan pula pemda dapat membantu pengembangan UMRAH sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, dan kemudian membantu pengembangan diatur dengan ketentuan yang lebih tinggi.
Peraturan yang lebih tinggi itu yakni UU Nomor 12 tahun 2012 yang ditetapkan 10 Agustus 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan PP Nomor 58 tahun 2013 tentang Bentuk Dan Mekanisme Pendanaan PT Negeri Badan Hukum Nomor dan UU Pendidikan Tinggi, membenarkan perguruan tinggi didanai dengan APBN/APBD.
Ketentuan itu dapat dilihat di Pasal 83 (2) dan Pasal 89 (1). Selain itu Pasal 3 ayat 6 (sumber pendanaa) PP Nomor 58 Tahun 2013 tentang Bentuk Dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum membenarkan pendaan bersumber dari APBD.
“Juga dapat dilihat di Pasal 12 tentang mekanisme penganggaran di APBD,” ujarnya.
Sementara pada Bab VI Ketentuan Peralihan Pasal 82 (1) tentang Penyelenggaraan kegiatan pada UMRAH yang dilakukan pada saat ini masih tetap dilaksanakan dan tetap mendapat dukungan pembiayaan dari pemerintah daerah setempat paling lama 5 (lima) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Menteri ini sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian di ayat 2 dalam pasal itu ditegaskan pemerintah daerah dapat membantu pengembangan UMRAH sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Pasal 83 (1) tentang pengalihan pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan paling lambat 5 (lima) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Menteri ini. Dan di ayat 2 ditegaskan pula selama proses pengalihan pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 masih berlangsung, segala pembiayaan yang belum dapat dibiayai oleh pemerintah menjadi tanggung jawab pemerintah Daerah. Dari urutan hirarki perundang-undangan serta tanggal ketetapan pun tampak jelas bahwa yang lebih tinggi dan lebih kemudian itu yang lebih mengatur ketentuan secara detail, khusus dan jelas perihal pendanaan, termasuk tentang Dana Hibah,” terang Iskandar. (IR/Antara)