Inforakyat, Tanjungpinang- Penimbunan hutan Bakau yang berada di Jalan RHF, Kilometer 8 Kota Tanjungpinang terus terjadi tanpa ada tindakan dari pihak berwenang yang seakan terkesan tutup mata. Pasalnya penimbunan yang dilakukan pengusaha itu diduga dibekingi oleh oknum penguasa.
Ketika sejumlah awak media mendatangi lokasi penimbunan dan mencoba mengorek keterangan terkait aktivitas penimbunan yang tetap berjalan, tidak ada satupun pekerja yang bersedia menjelaskan terkait izin penimbunan.
“Kami gak tau pak. Kami disini baru bekerja,” kata salah seorang pekerja kepada sejumlah awak media, Kamis (22/9).
Dihubungi, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Tanjungpinang Yuswandi mengatakan, bahwa penimbunan yang terjadi disekitar sungai Jembatan Kilometer 8 (Delapan) itu bukan merupakan hutan Bakau.
“Itu bukan hutan Bakau,” kata Yuswandi saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon.
Kepala BLH ini juga tidak bisa menjelaskan secara ditel saat wartawan menanyakan peruntukan hutan tersebut. Apakah hutan Bakau atau hutan biasa.
Ia juga melanjutkan, izin yang dikeluarkan oleh BLH berdasarkan surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Kota dan pengawasan pembangunan.
“Kita keluarkan ijinnya itu berdasarkan rekomendasi Dinas Tata Kota, itu untuk wilayah pemukiman,” jelas Yuswandi.
Sementara itu, Kepala Distako dan pengawasan pembangunan Eviar “meradang” ketika disebut pihaknya mengeluarkan rekomendasi untuk dikeluarkan izin oleh BLH.
“Rekomendasi apa, siapa yang sebut kita keluarkan rekomendasi. Kita tidak pernah keluarkan rekomendasi itu. Itu tidak benar,” kata Eviar dengan tegas.
Lebih lanjut Eviar menjelaskan bahwa yang dikeluarkan oleh pihaknya hanyalah informasi, dimana informasi itu ada dua, yakni, untuk pemukiman, dan hutan mangrov (Bakau, red).
“Kalau informasi yang kita berikan, untuk lokasi di depan kios penjual buah di Batu 8 itu hutan mangrov, jadi jangan disebut kita berikan rekomendasi, tidak benar itu,” tegas Eviar kembali.
Kalau sesuai dengan aturan itu, penimbunan didepan buah itu, tidak dibenarkan, mengingat jarak dengan bibir sungai itu minimal 150 meter. “Tidak dibenarkan, karena penimbunan itu minimal jaraknya 150 meter,” jelasanya.
Pantauan dilapangan, meski masih polemik, aktivitas penimbunan dilokasi yang berdekatan dengan aliran sungai itu tetap berjalan. Sejumlah Lori pengangkut tanah terlihat keluar masuk untuk menimbun dibantu satu unit alat berat.