Inforakyat, Tanjungpinang- Kuasa Hukum PT. Bintan Properti Indo Dr. Lucky Omega Hasan, S.H.,M.H mempertanyakan lambatnya proses penegakan hukum pidana yang melibatkan mantan PJ Walikota Tanjungpinang Kepulauan Riau (Kepri) Hasan Bin Muljono dalam perkara dugaan tindak pidana Pemalsuan Surat di Bintan.
“Saya bertindak sebagai kuasa hukum/penasihat hukum/Advokat PT. Bintan
Properti Indo (pelapor/korban), sangat menyayangkan lambatnya proses penegakan hukum pidana yang melibatkan salah satunya kepada mantan PJ Walikota Tanjung Pinang Kepulauan Riau saudara Hasan Bin Muljono dalam perkara dugaan tindak pidana Pemalsuan Surat terhadap bidang tanah klien saya yang berlokasi di KM. 23, Kelurahan Sungai Lekop, Kecamatan Bintan Timur, Kabupaten Bintan Kepulauan Riau,” kata Dr. Lucky Omega dalam siaran Persnya yang diterima media ini, Kamis (10/10).
Ia menilai, keadilan hukum bagi korban dirasa sangat lambat penanganannya, dan hal tersebut di duga berdasarkan kepada kendala syarat administratif yang menurutnya tidak substansial.
Beberapa poin alasannya tersebut yakni, Jaksa Penuntut Umum meminta kepada Penyidik Polres Bintan untuk dapat
memenuhi Dokumen Asli SK Gubernur KDH TK.I Riau Nomor KPTS.421/VIII/1991 Tanggal 8 Agustus 1991 tentang Pencadangan Tanah seluas ± 100 Ha (lebih kurang seratus Hektar) di Sei Lekop Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Kepulauan Riau untuk pabrik pengalengan Ikan dan Hasil Laut Lainnya atas nama PT. Expasindo Raya.
“Kemudian dugaan alasan ditundanya proses pidana karena ada perkara perdata yang sedang berjalan sebagaimana pernah dilantangkan oleh kuasa hukum Hasan,” ungkapnya.
Dipaparkan, bahwa mengenai pemenuhan SK asli Gubernur Riau di tahun 1991, perlu publik ketahui bahwa dokumen asli tersebut ada di Instansi Pemerintah Gubernur Riau saat itu di tahun 1991 sebelum Propinsi Riau mengalami pemekaran wilayah dan membentuk propinsi baru yakni Kepulauan Riau.
“Namun bukan berarti hanya dokumen tersebut yang seharusnya menjadi parameter pembuktian,”ujarnya.
Di dalam dokumen SK Gubernur tersebut tertuang tulisan tembusan-tembusan (salinan) SK yang antara lain juga diterima oleh PT. Expasindo Raya dan dokumen tersebut sudah dipenuhi oleh klien saya.
“Pilihan langkah Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Bintan
yang mendesak terpenuhinya SK asli Gubernur Riau di tahun 1991 tersebut, terkesan menjadi tuntutan syarat formal administratif yang tidak substantif dan berdampak menghambat proses penegakan hukum pidana yang sedang berjalan (JUSTICE DELAY IS JUSTICE DENIED) yang artinya menunda-nunda keadilan artinya sama dengan menolak keadilan itu Sendiri,” urainya.
“Bahwa berdasarkan pemberitaan yang beredar mengenai penundaan
perkara pidana oleh karena adanya perkara perdata berdasarkan Perma (Peraturan Mahkamah Agung) Nomor 1 Tahun 1956 sebagaimana statement Penasihat Hukum Hasan pada berita tanggal 13 Juni 2024, merupakan pernyataan dengan pemikiran yang keliru, apalagi kalau sampai Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Bintan menggunakan dalil ini juga, saya pastikan keliru dan tidak berdasar,” tegasnya.
Oleh karena Perma (Peraturan Mahkamah Agung) Nomor 1 Tahun 1956 merupakan produk hukum yang mengatur untuk internal kelembagaan Mahkamah Agung khususnya dalam proses beracara di Pengadilan, sehingga TIDAK TEPAT pengaturan ini digunakan ditahap penyelidikan, penyidikan yang berada di kewenangan Kepolisian dan Kejaksaan.
Selain itu produk Perma
Nomor 1 Tahun 1956 juga mengatur bahwa Hakim di Pengadilan Pidana tidak terikat (alternatif, bukan kuratif) dengan aturan Perma ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1 dan Pasal 3.
“Sehingga berdasarkan kepada 2 (dua) alasan tersebut di atas, saya sangat
berharap bahwa Kejaksaan Negeri Kabupaten Bintan dapat mendukung
Tegaknya hukum pidana di bumi Bintan Kepulauan Riau. Jangan sampai publik
muncul persepsi adanya menunda-nunda proses penegakan hukum pidana dalam
kasus ini karena orkestrasi negatif,” ujarnya.
“Semoga harapan keadilan itu klien saya
dapatkan dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Bintan Kepulauan Riau, demi keadilan dan penegakan hukum yang objektif,” pungkasnya. (Red)