Home / Aspirasi / Lewat Program Jaksa Menyapa, Kejati Kepri Edukasi Masyarakat Akan Bahaya TPPO

Lewat Program Jaksa Menyapa, Kejati Kepri Edukasi Masyarakat Akan Bahaya TPPO

Inforakyat, Tanjungpinang- Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau kembali menggelar program “Jaksa Menyapa” dengan menghadirkan narasumber Kepala Seksi C (Terorisme dan Lintas Negara) pada Bidang Tindak Pidana Umum Kejati Kepri Alinaex Hasibuan yang disiarkan langsung melalui Studio Radio O’nine 93 FM Tanjungpinang dengan topik “Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)” didampingi Kasi Penerangan Hukum Kejati Kepri Yusnar Yusuf, dan dipandu Announcer (Penyiar) Andra, Rabu (6/8/2025).

Alinaex Hasibuan, dalam Dialog Interaktif Jaksa Menyapa tersebut pada point pentingnya menyampaikan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)/Human Trafficking merupakan kejahatan antar negara (Transnational Crime) yang bertentangan dengan harkat, martabat kemanusiaan, dan melanggar hak asasi manusia (HAM).

“Human trafficking atau perdagangan orang adalah kejahatan terorganisir, dengan kemajuan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang memberikan akses kepada kejahatan tersebut menjadi terstruktur dan sistematis, dengan mempedomani landasan hukum Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang,” bebernya.

Merujuk kepada Konvensi Palermo tahun 2000, yaitu United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (UNCATOC), di Palermo, Italia, PBB mengadakan konferensi mengenai Pencegahan, penekanan dan penghukuman perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak yang melengkapi konvensi PBB terhadap kejahatan transnasional yang terorganisir.

Modus dari Tindak Pidana Perdagangan Orang seperti menjadikan asisten rumah tangga (ART), duta seni/budaya/besasiswa, perkawinan pesanan, penipuan melalui program magang kerja ke luar negeri, pengangkatan anak, jeratan utang, penculikan anak, umroh, tenaga kerja ke luar negeri.

“Beberapa faktor terjadinya perdagangan orang antara lain dikarenakan budaya Patriarkhi (objektivitas seksual perempuan, nilai keperawanan, komoditas), tuntutan aktualisasi perempuan, kemiskinan, pendidikan dan keterampilan rendah, nikah usia muda (dibawah umur), tradisi perbudakan dan eksploitasi perempuan (selir, perempuan sebagai upeti, sahaya), sikap permisif terhadap pelacuran, urban life style (konsumtif, materialistik), pembangunan belum menyentuh daerah terpencil (terisolasi), terbatasnya lapangan pekerjaan,” lanjutnya.

“Adapun beberapa proses terjadinya TPPO biasanya melalui perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan dan penerimaan seseorang. Serta ada beberapa cara pelaku TPPO dalam melaksanakan aksinya seperti menggunakan ancaman kekerasan atau menggunakan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang dan memberi bayaran atau manfaat,” ujarnya.

Ia juga menjelaskan pelaku TPPO/Human Trafficking dari bermacam-macam latar belakang baik dari profesi maupun status sosial diantaranya orang terdekat, keluarga, agen/calo/sponsor, sindikat perdagangan orang, oknum perusahaan perekrut tenaga kerja, oknum aparat Pemerintah, oknum pengajar, jasa travel, pegawai/pemilik perusahaan, pengelola tempat hiburan.

“Bahwa berdasarkan Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dapat menghitung kerugian materiil yang diderita korban dengan merinci kerugian berdasarkan ketentuan yaitu kehilangan kekayaan atau penghasilan, penderitaan, biaya untuk tindakan perawatan medis dan/atau psikologis dan/atau kerugian lain yang di derita korban sebagai akibat perdagangan orang,” ungkapnya.

“Dengan adanya program ini, kami berharap seluruh stakeholder dan elemen masyarakat dapat berperan aktif dan bersinergi dalam pencegahan dan pemberantasan TPPO. Perang terhadap TPPO tidak bisa dilakukan sendiri, melainkan harus menjadi gerakan bersama,” ungkapnya kembali.

Kejati Kepri mendorong kolaborasi lintas sektoral baik pemerintah, swasta, masyarakat, LSM nasional maupun internasional untuk memutus mata rantai perdagangan orang. Melalui penegakan hukum yang tegas, pendekatan perlindungan korban yang berkeadaban serta sinergi nasional dan internasional, diharapkan Kepulauan Riau dapat menjadi benteng yang kuat dalam mencegah dan memberantas TPPO. (Red)

About Redaksi

Check Also

GAMNR Desak Pemerintah Segera Tindak Oknum ASN Diduga Juru Lobi Tower Ilegal

Inforakyat, Tanjungpinang- Menyikapi pemberitaan mengenai dugaan keterlibatan oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Kota Tanjungpinang …