Inforakyat, Tanjungpinang- Kesadaran masyarakat Kota Tanjungpinang untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sangat dinantikan. Sebab, ini merupakan salah satu Sumber Pendapatan Asli (PAD) Pemko Tanjungpinang, Provinsi Kepri.
Uang ini juga lah yang akan dikembalikan ke masyarakat melalui pembangunan fisik, bantuan sosial, kesehatan dan lainnya. Karena itu, peran masyarakat sangat besar dalam pembangunan dan kemajuan kota ini melalui taat bayar pajak.
Selama 10 tahun terakhir ini, Pemko Tanjungpinang belum pernah melakukan penyesuaian tarif PBB-P2. Barulah tahun 2014 ini direncanakan akan disesuaikan tarifnya mengingat sudah disahkannya Perda No.1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
Pemerintah memastikan, penyesuaian tarif nanti akan dilakukan dengan sangat hati-hati dan adil. Sehingga tidak terlalu membebani masyarakat. Karena pemerintah juga tahu ekonomi baru merangkat naik paska Pandemi Covid-19 berlalu.
Masyarakat Tanjungpinang pemilik tanah dan bangunan selaku Wajib Pajak (WP) sangat lalai selama ini untuk membayar PBB-P2. Sehingga banyak yang menunggak.
Bahkan, ketika penerimaan PBB-P2 masih dikelola pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu), masih banyak juga masyarakat yang belum bayar pajak.
Terakhir tahun 2011 saat pengelolaan PBB-P2 diserahkan pemerintah pusat ke daerah, tunggakan PBB-P2 di Tanjungpinang mencapai Rp36 miliar.
Kepala Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Pemko Tanjungpinang, Said Alvie mengatakan, ketika dirinya mulai bertugas di OPD ini, dia sempat memeriksa daftar tunggakan PBB-P2.
“Masih ada yang menunggak dari tahun 1995 sampai saat ini. Bayangkan itu sudah berapa tahun dari 1995 hingga 2023 lalu. Itu sudah 28 tahun tidak bayar PBB-P2 dan tunggakan itu tercatat,” ujarnya, ke awak media ini beberapa hari lalu.
Konsekuensi bagi yang tidak membayar pajak tetap ada. Aturannya jelas yakni denda 1 persen per bulannya. Jadi, tunggakan makin membengkak karena adanya denda tersebut.
Pemko Tanjungpinang, jelasnya, sudah memberi relaksasi kepada masyarakat dengan menghapuskan semua denda tersebut. Namun, masih banyak juga yang tidak memanfaatkannya.
Buktinya, tahun 2023 lalu, BPPRD Tanjungpinang telah menyebarkan 80.000 SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang). Namun yang membayar PBB-P2 sekitar 50 ribu saja.
“Rata-rata begitulah setiap tahun. Ada sekitar 100 ribu yang wajib bayar PBB-P2, namun hanya separuh itu saja yang membayar tiap tahun. Makanya, target kita tidak tercapai dari sektor ini,” tambahnya.
Tahun 2023 lalu, BPPRD Pemko Tanjungpinang menargetkan PAD dari PBB-P2 sebesar Rp16 miliar. Namun yang terealisasi sekitar Rp11 miliar saja. “Itu tadi, kita cetak 80 ribu SPPT, 50 ribu yang taat bayar pajak,” paparnya.
Dijelaskannya, terkadang seseorang warga memiliki beberapa rumah dan lahan, namun disewakan ke orang lain. Jika memang terlalu berat untuk membayar PBB-P2-nya, maka bisa dialihkan kepada si penyewa.
Tentu saja harus sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Apabila si penyewa menyanggupinya, maka PBB-P2 tanah dan bangunan itu akan dibayar atas namanya setiap tahun.
Pemilik bangunan atau tanah tak perlu khawatir. Meski PBB-P2-nya beralih menjadi nama orang lain, namun semua itu tetap miliknya. Karena yang ganti nama adalah PBB-P2, bukan sertifikat kepemilikan tanah atau bangunan.
Sebenarnya, kata dia, PBB-P2 tidak lah begitu berat untuk dibayar. Sebab, nilainya juga tidaklah begitu besar. Bayarnya sekali setahun. Hanya saja, kesadaran dan kelalaian masyarakat itu saja yang menjadi kendala.
Masyarakat sering membelanjakan uangnya untuk hal-hal yang tak perlu dibandingkan membayar kewajibannya. Misalnya, membeli rokok satu hingga dua bungkus sehari.
Jika saja satu bungkus Rp10 ribu, maka dalam satu bulan bisa menghabiskan uang Rp300 ribu. Padahal, untuk membayar PBB-P2-nya saja bisa saja hanya setengah dari itu atau lebih tergantung luas dan banyaknya Bumi dan Bangunan miliknya.
Kalangan masyarakat di Bintan pernah tersadar dengan contoh ini. Waktu itu Said Alvie masih bertugas di Pemkab Bintan. Pada suatu pertemuan, para RT protes ke pemerintah karena ada kenaikan kewajiban masyarakat.
“Warga protes ke RT, RT protes ke pemerintah. Saat itu saya katakan ke mereka, masyarakat minta bangun ini, bangun itu. Darimana pemerintah dapat uang? Tentu dari masyarakat. Salah satunya kewajiban itu. Kalau masyarakat protes, bagaimana pemerintah bisa membangun?
“Bapak-bapak (yang merokok), coba pikirkan berapa banyak uang habis setahun untuk membeli rokok? Bandingkan dengan kewajiban kita? Sangat jauh beda. Mendengar itu, mereka terdasar dan menerima keputusan itu,” katanya mengisahkan.
Satu lagi pesan Said, apabila seseorang menjual tanah atau bangunan, maka segeralah ganti nama. Sehingga, PBB-P2 tidak lagi atas namanya sendiri.
Sebab, banyak masyarakat yang tiba-tiba kaget ketika diberitahu tunggakan PBB-P2 miliknya. “Saat dijelaskan, barulah warga tersebut sadar akan kelalaiannya,” jelasnya.
“Lho, ini sudah lama saya jual. Kok pajaknya masih dibebankan pada saya?
“Karena bapak tidak ganti namanya, makanya tetap terdaftar atas nama bapak. Jadi, kita imbau masyarakat agar makin sadar tentang kepemilik bumi dan bangunan ini,” imbaunya.
Said Alvie mengatakan, BPPRD Pemko Tanjungpinang tidak akan berhenti menggugah hati masyarakat agar taat pajak. Sebab, itu merupakan kewajiban. Selaku warga yang baik, maka taat lah akan aturan.
Dia sangat berharap, penerimaan PAD dari PBB-P2 ini terus meningkat. Kesadaran masyarakat hendaknya makin tinggi untuk membayar pajak. Jangan biarkan menunggak karena itu tetap jadi utang ke negara.
Sebagaimana diketahui, hingga tahun 2010, PBB-P2 masih dikelola pemerintah pusat. Pemda hanya menerima bagi hasil saja. Sehingga nilainya tak begitu besar.
Karena sejumlah daerah di Indonesia protes, akhirnya pemerintah pusat menyerahkan pengelolaan PBB-P2 ke daerah tanpa bagi hasil lagi.
Peralihan itu diputuskan berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri No.213/PMK.07/2010 dan
No.58 Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Ssebagai Pajak Daerah.
Pada Pasal 2 peraturan bersama ini, di ayat 1 disebutkan, Kewenangan pemungutan PBB-P2 dialihkan dari Pemerintah ke Pemerintah
Daerah mulai tanggal 1 Januari Tahun Pengalihan.
(2) Persiapan pengalihan PBB-P2 sebagai pajak daerah dilakukan dalam waktu
paling lambat tanggal 31 Desember sebelum Tahun Pengalihan.
Di akhir perbincangan itu, Said Alvie mengatakan, memang tidak semua masyarakat Tanjungpinang mampu membayar PBB-P2 itu. Pihaknya akan mencari jalan keluarnya. Akan ada keadilan masyarakat yang tidak mampu. (Advertorial)