Inforakyat, Tanjungpinang- Sebuah surat yang tidak diketahui asal muasalnya beredar di sebagian Masyarakat Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Surat tak bertuan tersebut berisi beberapa catatan buruk kinerja dan perilaku Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kepri.
Komisioner Bawaslu Kepri, Idris membenarkan mengetahui surat kaleng tersebut. Namun dia membantah kebenaran mengenai isi dari surat tersebut.
“Iya, saya tahu, tapi semua gak ada itu pak, gak ada,” kata Idris saat di wawancarai sejumlah awak media, Rabu (24/1).
Namun, Idris terkesan menghindar dan menolak menjawab beberapa pertanyaan lainnya yang dilontarkan wartawan terkait kebenaran seluruh isi surat kaleng tersebut. Ia beralasan sedang di buru waktu untuk berangkat ke Jakarta.
“Maaf yah saya buru-buru nanti ketinggalan pesawat. Mau ke Jakarta,” kilahnya sambil berlalu.
Diketahui, surat kaleng yang ditujukan ke Bawaslu Kepri tersebut, terkait permasalahan dari bagian keuangan.
Adapun isi catatan terkait Komisioner dari Bagian Keuangan itu terdiri dari 7 poin.
Poin pertama dalam surat kaleng itu berisi, Komisioner (Kordiv SDM) dirasa terlalu ikut campur dalam urusan kesekretariatan dan keuangan, misalnya meminta fotocopy SPJ terkait Perjalanan Dinas dengan maksud untuk disimpan sebagai arsip.
Poin kedua, Komisioner dianggap kurang dapat menahan emosi dan memiliki sifat tempramental, yang menyebabkan bawahan (dalam hal ini bagian Keuangan) merasa bekerja dibawah tekanan.
Contoh yang bersangkutan pernah memukul pintu dengan keras ke ruangan keuangan karena merasa kesal dengan bagian keuangan karena kurang koordinasi dengan beliau dan telah memesankan tiket Lion untuk berangkat perjalanan dinas ke Medan.
Poin ketiga, Komisioner Bawaslu Kepri kurang menjalankan tugas pokok dan kegiatan dengan baik sehingga mempengaruhi realisasi keuangan yang menjadi rendah.
Contoh untuk bulan Oktober-November, bagian Keuangan telah mengajukan TUP I sesuai permintaan karena setiap Sub Bagian akan melaksanakan banyak kegiatan TUP yang diajukan adalah sekitar Rp1 Miliiar, dan ternyata hanya dapat terserap sekitar Rp300 jutaan karena banyaknya kegiatan yang tidak dijalankan.
Keempat, Komisioner tidak mau melakukan finger Print dan absen manual (dalam hal ini adalah Ketua) karena tidak mau digolongkan kedalam PPNPN. Yang bersangkutan baru akan mau melakukan finger print apabila sudah ada aturan yang mengatur secara spesifik untuk komisioner.
Kelima, Komisioner dirasa hanya berfokus ke SPPD saja (roadshow ke Kabupaten/Kota), sementara masih banyak kegiatan yang harus dijalankan hingga Desember. Dan kalau berangkat perjalanan dinas selalu meminta DP besar tanpa mau peduli kondisi keuangan yang ada.
UP Bawaslu Provinsi Kepri untuk Tahun 2017 hanya Rp50.000.000,- (sesuai dengan permintaan di awal tahun 2017).
Keenam, Komisioner selalu meminta dibayarkan SPPD secepatnya padahal SPJ Perjalanan Dinasnya belum dimasukkan ke bagian Keuangan untuk dihitung dan diajukan ke KPPN.
Ketujuh, Komisioner meminta dibayarkan Penghasilan bulanan terhitung mulai tanggal dilantik (21 September 2017), Bagian keuangan telah menjelaskan bahwa hal tersebut tidak bisa dibayarkan sesuai dengan Surat Edaran Sekjen Bawaslu RI Nomor 0556/BawasluhSJ/KU.00.02/X/2017, namun yang bersangkutan kurang dapat menerima penjelasan tersebut.