Inforakyat, Bintan- Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Galang Batang, adalah satu dari 18 total KEK yang ada di Indonesia yang terletak di Kecamatan Gunung Kijang, Bintan, Kepulauan Riau.
KEK Galang Batang diusulkan oleh badan usaha PT GBKEK Industri Park, ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2017, dan diresmikan beroperasinya oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada waktu itu Darmin Nasution pada tanggal 8 Desember 2018.
KEK Galang Batang dikembangkan sebagai sentra industri pengolahan mineral hasil tambang (bauksit) dan produk turunannya baik dari refinery maupun dari proses smelter dengan PT Bintan Alumina Indonesia (BAI) sebagai Badan Usaha Pembangun dan Pengelola KEK. PT. BAI merupakan perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang berasal dari Kota Nanshang, Tiongkok.
KEK Galang Batang yang menjadi kebanggaan Provinsi Kepulauan Riau dan Indonesia sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan sumber devisa negara ini melalui PT. BAI telah sukses melakukan ekspor perdana sebanyak 70 ribu ton Smelter Grade Alumina (SGA) ke Malaysia yang dilepas oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada 2 Juli 2021 yang lalu.
Sejak saat itu hingga Januari 2022, PT. BAI telah mengekspor SGA dengan total sebanyak 550 ribu ton ke Malaysia dengan nilai 212 juta USD.
Kelancaran hingga sampai ke tahapan ekspor KEK Galang Batang tidak terlepas dari keseriusan dan dukungan penuh Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad terhadap PT. BAI dalam mengembangkan kawasan ini. KEK Galang Batang dapat dikatakan sebagai KEK unggulan di Indonesia dikarenakan dimulai dari proses perencanaan hingga produksi tidak memakan waktu yang lama.
Senior Advisor PT. BAI yang juga merupakan Purna Bakti Staf Ahli Menko Perekonomian Bidang Hubungan Ekonomi dan Kemaritiman, Robert Sianipar menceritakan bagaimana Pemerintah RI telah melakukan penjajakan wilayah Galang Batang sebagai wilayah investasi sejak tahun 2013.
Namun pemerintah melalui Menko Perekonomian sangat hati-hati dalam memberikan izin kepada investor karena posisi Galang Batang yang berdekatan dengan kawasan pariwisata Bintan Resort di Lagoi.
“Industri pengolahan aluminium jika berdekatan dengan kawasan pariwisata akan saling mempengaruhi. Dikhawatirkan adanya emisi dapat mengganggu dunia pariwisata. Ini menjadi PR, namun akhirnya mendapat pembuktian adanya produksi SGA dengan teknologi terkini, tidak mengeluarkan emisi sehingga dapat beroperasi berdampingan dengan kawasan pariwisata,” kata Robert.
Akhirnya KEK Galang Batang mendapat lampu hijau dari Pemerintah pusat dengan terbitnya PP No. 42 Tahun 2017 tentang Kawasan Ekonomi Khusus Galang Batang. Sebelumnya PMA memilih lokasi Galang Batang, Kepri, tentunya dengan berbagai pertimbangan keunggulan-keunggulan yang dimiliki Kepri.
“Pertama daerah Kepri yang masuk dalam Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I yang mana jika keluar peraian akan langsung ke perairan internasional. Kedua, kondisi leadership di Kepri cukup akrab dan ramah kepada investor. Yang mana multiplayer effectnya akan meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian secara keseluruhan,” ungkap Mantan Deputi IV BP Batam ini.
Untuk diketahui, industri alumunium berasal dari bahan baku bauksit yang diproses melalui empat tahapan sehingga menghasilkan alumina. Di PT. BAI, alumina yang diproduksi merupakan Smelter Grade Alumina (SGA). Alumina ini merupakan bahan baku penghasil alumunium ingot yang diperlukan oleh industri-industri besar seperti pesawat terbang, kereta api, dan mobil. Hilirisasinya juga akan lebih banyak lagi seperti bahan baku wadah minuman kaleng, juga alumunium foil.
Saat ini, PT. BAI sudah memiliki alumunium refinery untuk memproduksi SGA yang mana produksi tersebut sudah mulai diekspor. Proyeksi ke depan PT. BAI juga akan membangun alumunium smelter unutk memproduksi alumunium ingot.
Dimana PT. BAI menargetkan akan memproduksi 2 juta ton SGA yang dapat menghasilkan 1 juta ton alumunium ingot. Target tersebut direncanakan akan tercapai pada tahun 2027 dengan rincian produksi 250 ribu ton ingot di tahun 2025, 250 ribu ton di tahun 2026 dan 500 ribu ton di tahun 2027.
“Untuk mengakomodir masuknya bahan baku bauksit dari Pulau Kalimantan dan batu bara untuk keperluan PLTU dari Tanjung Enim, Sumatera, serta keperluan ekspor produk, diperlukan pelabuhan yang memadai. Di KEK Galang Batang sudah dibangun pelabuhan dengan kapasitas bongkar muat 20 juta ton per tahun. Dapat dikatakan pelabuhan Galang Batang ini yang paling modern di Kepri. Dengan fasilitas konveyer sehingga efisiensi transportasi dapat ditingkatkan,” ujar Robert.
Sedangkan untuk keperluan energi penunjang produksi, saat ini PT. BAI sudah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan kapasitas 6 x 25 MW. Untuk memenuhi target 1 juta ton alumunium ingot pada tahun 2027, diproyeksikan akan dibangun PLTU dengan total kapasitas 2.850 MW.
Saat ini KEK Galang Batang memiliki luas lahan existing seluas 2.333 Ha sesuai yang tercantum dalam Nomor 42 Tahun 2017. Lebih dari 60 persen luas lahan sudah dikuasai dan sekitar 1800 Ha lahan sudah dipergunakan. Namun manajemen telah merencanakan perluasan hingga lebih dari 2000 Ha lagi dikarenakan minat investor lain yang cukup tinggi untuk berinvestasi disana mengingat produk hilirisasi yang luar biasa peluangnya.
Keberadaan KEK Galang Batang juga akan memberikan multiplayer effect terhadap perusahaan, UMKM, dan tenaga kerja lokal. Saat ini KEK Galang Batang bekerja sama dengan 27 kontraktor dan UMKM lokal pada pembangunannya. Saat ini total tenaga kerja yang diserap di KEK Galang Batang adalah sebanyak 3500 orang yang terdiri dari 900 Tenaga Kerja Asing asal Tiongkok dan 2.600 tenaga kerja lokal. Ke depan diproyeksikan KEK Galang Batang akan menyerap sekitar 21.000 orang tenaga kerja.
“Di awal pembangunan, kita sudah mempersiapkan tenaga kerja sebanyak 80 orang lulusan sarjana dari seluruh Indonesia untuk dikirim ke Tiongkok untuk belajar bahasa Tiongkok dan pengoperasian peralatan di refinery maupun smelter selama 1,5 tahun. Saat ini sudah kembali dan semua tenaganya terserap disini. Selain itu juga akan diperlukan tenaga vokasi terampil. Maka kita bekerja sama dengan Politeknik Batam dengan program diploma sehingga dapat bekerja disini” papar Robert lagi.
Total investasi awal yang disampaikan PMA Nanshan mencapai 5,5 miliar USD atau setara 70 hingga 75 trililun rupiah. Untuk tahap pertama sampai tahun 2027 diproyeksikan sebesar 36,2 triliun rupiah. Hingga Januari 2022 sudah terealisasi sebesar 18 triliun rupiah.
Rincian tahapan pembangunan dengan investasi tersebut adalah sampai saat ini sudah terbangun alumina refinery, PLTU dengan kapasitas 6 x 25 MW, gas station sebagai hilirisasi batu bara untuk meroasting alumina, serta dormitory untuk akomodasi pekerja.
Tahap kedua yang direncanakan akan selesai pada akhir 2024, akan dibangun tambangan refinery alumina dengan kapasitas 1 juta ton, alumunium smelter tahap 1 dengan kapasitas 250 ribu ton, dan tambahan PLTU dengan kapasitas 6 x 150 MW. Lalu di tahap selanjutnya sampai tahun 2027 akan dibangun peningkatan kapasitas smelter dari 250 ribu menjadi satu juta ton per tahun, tambahan PLTU berkapasitas 4 x 150 MW untuk tambahan produksi 250 ton ingot, serta PLTU dengan kapasitas 8 x 150 MW untuk suplai listrik produksi 500 ribu ton ingot. (Red)