Inforakyat, Jakarta- Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) sebagai instansi yang diberikan kewenangan oleh Presiden Joko Widodo dalam penyederhanaan birokrasi, telah mengupayakan berbagai cara untuk percepatan penyederhanaan birokrasi. Salah satunya dengan memasukkan proses penyederhanaan birokrasi ke dalam penilaian Indeks Reformasi Birokrasi (RB) dari instansi pemerintah.
“Implementasi penyederhanaan birokrasi ini menjadi bagian dari penilaian Indeks RB, dan ini berpengaruh terhadap tunjangan kinerja yang diterima oleh masing-masing kementerian dan lembaga,” ujar Menteri PANRB Tjahjo Kumolo saat memberikan sambutan dalam Rapat Koordinasi Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi di Jakarta, Kamis (12/03).
Berdasarkan hasil evaluasi reformasi birokrasi pada tahun 2019, pada dasarnya terdapat kemajuan dalam implementasi reformasi birokrasi di instansi pusat, namun kemajuan ini masih bergerak lambat.
Untuk mempercepat birokrasi di instansi pemerintah, selain dengan penyederhanaan birokrasi, juga dapat dilakukan penyetaraan tunjangan kinerja untuk dapat mendorong pergerakan reformasi birokrasi pada instansi pemerintah. Dengan demikian, percepatan birokrasi dalam dilakukan secara berkesinambungan.
Sekretaris Deputi bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan Kementerian PANRB Didid Noordiatmoko menjelaskan bahwa saat ini besaran tunjangan kinerja di tiap kementerian dan lembaga sangat bervariasi.
Berdasarkan hasil evaluasi reformasi birokrasi tahun 2019, baru 40 kementerian dan lembaga yang tunjangan kinerjanya mencapai 80 persen, sedangkan 44 kementerian dan lembaga lainnya masih dibawah angka tersebut.
“Arahan Bapak Menteri adalah pada tahun 2020 diharapkan tunjangan kinerja seluruh kementerian dan lembaga sudah minimal 80 persen,” ungkapnya.
Untuk mencapai tunjangan kinerja minimal 80 persen, tiap kementerian dan lembaga harus mendapatkan nilai Indeks RB minimal 75,01. Dari tahun 2018 ke tahun 2019, terdapat peningkatan dari 34 menjadi 46 kementerian dan lembaga yang mendapatkan angka minimal tersebut.
Didid melanjutkan bahwa adanya pergerakan ke level yang lebih tinggi ini patut diapresiasi, namun kecepatannya belum seperti yang diharapkan.
“Artinya reformasi birokrasi yang dilakukan masih belum langsung kepada perbaikan dari permasalahan birokrasi yang ada di masing-masing kementerian dan lembaga,” lanjutnya.
Pergerakan yang dinilai lambat ini diakibatkan berbagai permasalahan seputar pelaksanan reformasi birokrasi di masing-masing kementerian dan lembaga. Masih dianggapnya implementasi reformasi birokrasi sebagai sebagai kegiatan proyek semata menyebabkan belum tersentuhnya keseluruhan operasional di masing-masing instansi.
Kemudian, pelaksanaan reformasi birokrasi tidak dipandang dari sisi permasalahan. Reformasi birokrasi masih sekadar dipandang sebagai proyek untuk mengerjakan delapan area perubahan dimana secara bersamaan tidak mengarah kepada jantung permasalahan yang ada.
Selanjutnya, pelaksanaan dari delapan area perubahan tersebut masih berjalan sendiri-sendiri dan tidak terintegrasi. Masing-masing kelompok kerja area perubahan telah memiliki rencana kerja namun tidak saling terintegrasi sehingga tidak menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
“Dan yang terakhir, permasalahan khusus adalah fungsi pengawasan yang tidak berjalan dengan optimal. Sehingga tidak ada yang memastikan target-target kinerja dari masing-masing kementerian dan lembaga itu lebih cepat tercapai,” pungkasnya.
Dengan mengetahui berbagai permasalahan seputar implementasi reformasi birokrasi di masing-masing kementerian dan lembaga, maka diharapkan dapat meningkatkan nilai Indeks RB. Sehingga percepatan birokrasi melalui penyederhanaan birokrasi yang didukung dengan penyetaraan tunjangan kinerja dapat berjalan secara maksimal. (Red)