Inforakyat, Batam- Jelang perhelatan Pilkada telah lumrah akan banyak survei yang diumumkan kepada publik tentang elektabilitas seorang calon, termasuk di pilkada Provinsi Kepri.
Tak jarang saling klaim kemenangan berdasarkan hasil survei akan dilakukan oleh paslon dan tim suksesnya. Apalagi fakta menunjukkan beda lembaga survei bisa menghasilkan pemenang yang berbeda pula. Alhasil masyarakat yang semakin bingung melihat atraksi para kandidat pilkada tersebut.
Menanggapi hal itu, Dr. Bambang Satriawan, SE, M.Si. selaku dosen pengajar ilmu statistika S3 Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) UNIBA menilai masyarakat sebaiknya tidak mudah mempercayai hasil survei. Sebab pemenang pilkada yang sesungguhnya hanya akan muncul setelah masa pencoblosan dan penetapan oleh KPU.
Idealnya, bila beberapa lembaga survei melakukan jajak pendapat terhadap 1 populasi yang sama, seharusnya terdapat kesamaan hasil yang diperoleh. Apalagi jarak antar pemenang dan urutan dibawahnya terpaut jauh di atas margin error.
“Keraguan terhadap lembaga survei hari ini memang tidak bisa dihindari, karena kadang lembaga survei juga memainkan peran sebagai konsultan politik atau bisa juga biaya penyelenggaraan memang didukung oleh kubu terkait yang diuntungkan,” kata Bambamg, Jumat (4/12)
Selain itu Bambang Satriawan juga menyoroti banyaknya lembaga survei yang enggan memaparkan data mentah untuk diakses publik. Padahal data itu sangat penting untuk melihat seberapa besar akurasi survei yang dilakukan.
“Besar sampel sebenarnya memiliki peran penting untuk menentukan akurasi hasil survei dibandingkan dengan keterwakilan pada semua anggota populasi dalam sampel,” ungkap dia.
Selain teknik pengambilan sampel, menurutnya dalam survei kepala daerah seharusnya memiliki jumlah responden yang besar agar estimasi survei lebih akurat. Hal itu sesuai dengan konsep statistical power yang menyebutkan semakin besar jumlah responden, maka akan memperkecil margin error.
“Bila dalam rumus perhitungan margin error ukuran populasi tidak diikutsertakan, maka kekuatan estimasi survei yang jumlah respondennya 1.000 orang akan setara dengan populasi ukurannya 1 juta atau 100 juta. Ini artinya tidak seimbang,” papar dia. (Red/rilis)