Inforakyat, Tanjungpinang- Polemik tarif Uang Wajib Tahunan (UWT) BP Batam sedikit lagi menemui titik terang. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah berkirim surat ke seluruh anggota Dewan Kawasan. Dalam surat bernomor S-657/SES.M.EKON/12/2016 yang ditandatangani Sesmenko, Lukita Dinarsyah Tuwo berisi usulan persetujuan tarif UWT , tarif jasa kepelabuhan dan mekanisme pencabutan lahan.
Ketua DPRD Kepri, Jumaga Nadeak mengatakan bahwa tim teknis sepakat untuk melakukan revisi tarif layanan Uang Wajib Tahunan (UWT) BP Batam. Revisi ini ditujukan baik untuk alokasi baru maupun perpanjangan. Adapun besaran persentasenya berbasis pada besaran tarif sebelum ditetapkannya Perka BP Batam no 19 tahun 2016.
“Saya sebagai ketua DPRD dan juga sebagai anggota dewan Kawasan minta kepada BP Batam agar mematuhi sepenuhnya Keputusan Dewan Kawasan dan Team Teknis sebagai mana yang tercantum dalam surat Sesmenko no.S-657/SES.M.EKON/12/2016 tanggal 5 Desember 2016 yang lalu,” jelas Jumaga di kantor DPRD Kepri, Kamis (15/12).
Lantas, berapa besaran kenaikan tarif UWT tersebut? Jumaga mengatakan bahwa tim teknis juga sepakat untuk memberikan kepastian tarif dengan menggunakan dasar perhitungan inflasi tahunan sebesar empat persen.
Sehingga besaran persentase kenaikan tarif UWT tiap tahunnya sebesar 4 persen dan maksimal 119 persen atau dibulatkan 120 persen untuk 20 tahun kedepan. Angka tersebut kata Jumaga menggunakan dasar penghitungan inflasi tahunan nasional yang ditetapkan sebesar empat persen.
“Jika nantinya usulan revisi tarif itu disetujui oleh Dewan Kawasan Batam, maka BP Batam harus melakukan revisi Perka BP Batam no 19 Tahun 2016 tentang jenis tarif layanan pada kantor pengelolaan lahan BP Batam,” ujarnya.
Sedangkan untuk tarif jasa pelabuhan, BP Batam nanti akan membuat berita acara kesepakatan dengan asosiasi pengguna jasa kepelabuhan di Batam. Kesepakatan itu, mengacu kepada ketentuan peraturan perundangan dibidang kepelabuhan.
“Berita acara tersebut itulah nantinya yang menjadi dasar pemberlakuan tarif jasa kepelabuhan yang baru,” terangnya.
Pria yang juga menjabat sebagai anggota Dewan kawasan ini melanjutkan bahwa BP Batam masih dapat menerapkan tarif khusus dengan memberikan diskon atau pengurangan. Diskon atau pengurangan itu khusus tarif yang berada dibawah tarif yang diatur dalam PMK no.148/PMK.05/2015.
Untuk masalah pencabutan lahan yang saat ini menjadi polemik, Jumaga mengatakan bahwa tim memutuskan dua hal. Pertama, terhadap lahan yang telah ditetapkan untuk dicabut, BP Batam diminta untuk memanggil kembali pemegang alokasi lahan tersebut untuk dimintakan komitmen pembangunannya.
“Komitmen nya itu harus memuat rencana usaha dan rencana pembiayaan yang mencakup financial closing sesuai dengan jenis usaha yang akan dibangun oleh pemegang lahan. Komitmen itulah yang menjadi dasar agar pencabutan ditarik kembali,” papar Jumaga.
Kedua, terhadap lahan yang belum ditetapkan pencabutan lahannya, namun sudah diumumkan, Ia mengatakan bahwa BP Batam harus melakukan kajian lagi. “Jika hambatan pembangunan gara-gara pemerintah, maka pemegang alokasi lahan akan dibantu menyelesaikan hambatannya. Setelah itu, kita juga mintakan komitmennya dalam bentuk rencana usaha dan rencana pembiayaannya,” kata Jumaga.
Sedangkan, jika hambatan disebabkan kelalaian pemegang lahan, maka BP Batam dapat melakukan pencabutan. Namun sebelum dilakukan pencabutan, BP Batam juga harus memanggil kembali untuk menanyakan komitmennya. “Kalau tidak ada komitmen, yah silahkan dicabut saja,” pungkas Jumaga.
Keputusan penetapan tarif ini sendiri merupakan hasil kesepakatan rapat Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas 25 November lalu. Selanjutnya tim teknis melakukan pembahasan mendalam pada 29 November. (Sunarto Butarbutar)