Inforakyat, Batam- Komisi III DPRD kota Batam menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Aspel membahas penumpukan limbah B3 di kota Batam.
RDP dihadiri Ketua Komisi III DPRD Batam, Werton Panggabean, Sekretaris Komisi III, Arlon Veristo, Tumbur Hutasoit, Amintas Tambunan dan Thomas Arihta Sembiring , Jumat ( 14/8)
Komisi III DPRD Kota Batam mendesak perusahaan pengusaha limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) agar segera mengirim limbah B3 yang sudah menumpuk di KPLI Kabil ke luar Batam sesuai peraturan yang berlaku.
Hal itu disampaikan Komisi III DPRD Kota Batam saat menggelar RDP dengan Asosiasi Pengusaha Limbah (Aspel) B3 Indonesia bersama BP Batam selaku pihak yang mengelola kawasan Pengelolaan Limbah Industri (KPLI) Kabil, Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam.
Saat RDP Ketua Umum Aspel Barani Sihite menyampaikan bahwa saat ini kondisi covid maka semua work from home, sehingga terkendala di lapangan.
“Anggap dulu ini, kalau ada dari kawan-kawan mahasiswa/LSM untuk membuat ini lebih cepat kami senang ada masyarakat yang mengawasi,” ujar Ketua Umum Aspel, Barani Sihite kepada media, Jumat (14/8).
Barani mengungkapkan, bahwa untuk perealisasian pengangkutan limbah ini tidak semudah dan secepat itu. Harus dilakukan secara bertahap, terutama dengan kondisi kapal pengangkut yang belum bersandar sempurna di pelabuhan.
“Untuk realisasi, minggu depanlah. Pertama, bulan ini, sudah pasti ada pengiriman tongkang/7000 ton. Secara kolektif, itu semua nanti anggota kami yang dikoordinir oleh kawan-kawan dari asosiasi. Kedua, kapal sekarang sudah ada sandar untuk mengirim 7000 ton lagi. Namun, belum bisa merapat akibat cuaca dan pelabuhan yang padat. Hal ini sedang proses, juga menunggu kapal diberikan izin oleh KSOP Syahbandar untuk merapat, nanti juga loading. Dan ini 7000 ton” tukasnya.
“Jadi, untuk realisasinya, untuk bulan ini sudah pasti ada. Dua shipment, total 14.000 ton. Tujuannya ke Jakarta dan Padang,” tambahnya.
Ia melanjutkan kalau estimasi disana, untuk total semua limbah mungkin 100.000 ton. Limbah yang ada, semua tergolong B3, karena kawasan Kabil khusus untuk pengumpulan, pengolahan, dan pemanfaatan limbah B3.
“Kalau mengenai pengangkutan limbah tahun ini, karena situasi saat ini, katakanlah bisa dari Batam. Akan tetapi, jika di dareah lain, misalnya Jakarta, melakukan penetapan tentang COVID-19 saat ini juga, kita harus ikuti prosedurnya dari sana. Jadi, pengiriman limbah seperti ini tidak berdiri sendiri,” pungkasnya.
“Untuk prosedur pengiriman, kita mengacu ke Undang-Undang 32 dan PP 101, bagaimana sudah dijelaskan di sana. Di sana jelas dikatakan bahwa Undang-Undang 32 dan PP 101, kita harus terikat dengan peraturan yang lain. Misalnya Kementrian Perhubungan Darat dan Laut. Dan itu satu-kesatuan yang menjadi terikat dengan Undang-Undang 32 itu. Dan untuk prosedurnya itu, tetap kita mengacu kepada Peraturan Lingkungan Hidup,” paparnya.
“Tentang kendala utama untuk shipment, secara simpelnya pada saat ini, ada 3 aspek. Pertama, infrastruktur, termasuk kapal yang khusus punya izin untuk mengangkut limbah B3. Kedua, sistem yang terintegral. Semua yang menyertai pengiriman limbah ini. Ketiga, tentang kinerja. Kami juga ada sistem, tapi ada juga yang belum terdokumentasikan di Kabil itu sendiri. Jadi, institusi yang melihat ini bukan seperti dulu. Yang ini tidak bisa kita paksa, karena kami sadar anggota, bukan hanya hak kami yang dilayani. Kami harus membuat permohonan, baru mereka akan jadwalkan,” tuturnya.
“Mulai dari penghasil, pengangkut, sampai tujuan akhirnya itu, harus terkoneksi tiga-tiganya. Dan harus memahami ini sistem pendokumentasian, yang disuguhkan di Manifest Electronic,” ujarnya.
“Jadi, mohon dipahami, satu-kesatuan untuk pengiriman mobilisasi limbah dari Batam ke daerah lainnya tidak sulit. Tapi, karena satu-kesatuan setiap imlik yang kami lalui itu, bukan kami yang mengatur, tetapi sesuai dengan peraturan yang ada yang harus diikuti dengan cara masing-masing,” tutupnya. (Lamhot)