Home / Uncategories / Pengalaman Ikut Aliran Sesat dan Strategi Cuci Otak

Pengalaman Ikut Aliran Sesat dan Strategi Cuci Otak

Kejadian ini saya ingat betul sampai sekarang, waktu itu di tahun 1996-an saya masih SMA di kota Lampung. Waktu itu saya dan beberapa teman diajak pengajian oleh kakak teman dekat kami sebut saja kak Aji. Saya yang emang aktif dengan kegiatan “RISMA” (Remaja Islam Masjid) saat diajak pengajian oleh temen sekolah Ani (nama samaran) ya mau mau aja. Itung-itung menambah wawasan saya tentang agama.  Saya dijemput dengan mobil dengan Kak Aji dan Ani yang ternyata udah berkumpul beberapa teman SMA lainya termasuk Nita teman sekolah saya yang rumahnya dekat saya. Perjalanan yang lumayan jauh sampailah kami disebuah rumah yang tergolong mewah kalau saya boleh bilang, maklumlah saya kan orang biasa jadi saat lihat rumah tingkat dengan isi rumah yang serba apik saya bilang nih rumah mewah apalagi di belakang rumahnya ada kolam renang. Kami dipersilakan duduk di ruangan yang sudah disediakan. Di sana sudah berkumpul teman kuliah Kak Aji. Obrol-obral sebentar kami saling memperkenalkan diri pada orang orang disitu yang emang baru kami kenal dan mereka kebanyakan adalah teman kuliahnya Kak Aji. Agak lama kemudian datang lah seorang bapak-bapak saya tidak bisa sebut ia Kiyai karena tuh bapak masih muda perawakan yang tinggi besar kulit putih dan bersih kelihatan seperti orang alim. Dalam ceramahnya tuh si bapak ngaku sebagai seorang nabi, terus terang saya yang waktu itu masih ABG dengan pemahaman agama yang belum sebanyak sekarang saya cuma dengerin saja walaupun hati ini tertawa geli “Hari gini ngaku nabi”. Saya perhatikan teman saya di samping (Nita) ternyata tuh anak lagi nahan ketawa juga, kamipun saling lihat-lihatan sambil tetap menahan tawa. Untung tuh si bapak yang ngaku nabi gak sempet lihat kami. Kalau lihat, weeee, bisa di ceramahin kali ya. Kak Aji yang lihat cuma kasih tanda buat diam.  Dengerin ceraman si bapak terus terang tak satupun yang saya percaya, karena gak yambung di otak saya. Walau begitu saya masih mau mendengarkanya karena saya masih coba pikir apakah saya yang gak waras atau si bapak yang gak waras. Tetap saja saya gak bisa terima kalau tuh si bapak adalah seorang nabi. Tapi tuh anak-anak mahasiswa temannya kak Aji sepertinya percaya dengan omongan si bapak.  Selesai ceramah ternyata si bapak menyuruh kami untuk ambil wudhu kita mau solat bareng. Nah ajakan solat berjama’ah  tentu saya terima. Jadi saat kami diminta untuk ngambil wudhu saya mau aja. Satu persatu orang yang hadir bergiliran ngambil wudhu selesai ambil wudhu saya tanya mana mukenahnya. Ehhh dijawab solat gak perlu pakai mukenah buat cewek jadi tuh solat pakai baju biasa saja walaupun gak pakai hijab juga gpp. Masing-masing orang harus merentangan tangan dahulu sebagai jarah solatnya. Laki-laki dan perempuan boleh di mana saja tak perlu terpisah. Saya yang lihat ke anehan begini ngerasa gak enak banget. Ini bukan ajaran agama saya. Akhirnya saya nekat mohon diri saya tak bisa melanjutkan pengajian ini. Ternyata bukan saya saja yang ngerasa aneh tetapi Nita juga gitu. Saya pun mohon diri tanpa pamitan dengan si bapak dan Kak Aji, saya cuma pamit dengan Ani teman dekat kami di sekolah. Melihat gelagak saya dan Nita yang mau pergi, Kak Aji coba menahan kami tapi ia tak bisa. Berdua Nita saya langsung angkat kaki pergi dari tempat itu. Sebenarnya saya gak tau gimana caranya pulang tapi lihat keanehan begitu saya tak peduli. Berbekal kaki dan teman saya (Nita) kami lari sekencang-kencangnya menghindar kalau kalau kami dikejar, saya tak sempat tengok ke belakang. Yang saya ingat pokoknya lari sekencang-kencangnya. Setelah jauh dan dirasa aman kami tanya sana tanya sini bagaimana caranya kami bisa pulang ke daerah kami. Akhirnya setelah naik angkot beberapa kali saya dan Nita bisa sampai rumah dengan selamat kebetulan rumah Nita gak jauh dengan rumah saya. Sepenjang perjalanan saya dan Nita gak henti-hentinya membahas sesuatu yang gak masuk akal “Hari gini ngaku Nabi”. Wah ajaran sesat itu, masa cara solat begitu.” Dari kejadian seperti itu saya cuma gak habis pikir bagaimana caranya tuh sampai orang-orang bisa percaya kalau tuh si bapak adalah nabi dan mau aja ikut ajaran sesat seperti itu. Saya yang ABG begini aja gak percaya kok, lah orang yang lebih dewasa bisa percaya. Heran,…….-_- beruntung saya bebas dari pemahaman yang gak masuk akal itu. Setahun kemudian saya lulus dari SMA dan melanjutkan kuliah di Jogjakarta. Saya tinggal bersama dengan 2 orang kakak saya yang emang udah duluan kuliah di Jogja. Saya tak pernah lagi memikirkan kejadian tentang aliran sesat itu hingga  ditahun 1999 kakak saya mengalami kejadian dicuci otaknya untuk mau berjihad. Walaupun ini bukan pengalaman saya langsung namun saya ikut menyaksikan ketika kakak saya terus-terusan dikejar oleh sekelompok orang yang ingin mengajaknya berjihad. Bermula ketika kakak pulang dari kampusnya, tahun segitu kami belum punya motor jadi kuliah kami masih ngandelin bus kota. Saat itu ia naik bus kobutri jalur 3 mau pulang ke rumah habis dari kampus orang yang berada sebangku dengan kakak mengajaknya ngobrol ngalor ngidur. Biasalah mahasiswa kalau ketemu mahasiswa yang lain apalagi dari universitas yang berbeda suka bertukar informasi seputar kampus dan perkuliahanya.  Di sela-sela obrolanya kakak saya ditawari mau gak kalau  ikut pengajian sama dia. Awalnya kakak menolaknya karena masih ada urusan yang lain karena di rumah banyak ketikan yang harus segera di selesaikan. Maklum, di sela-sela kuliah kami nyambi usaha terima jasa pengetikan komputer, lumayan hasilnya bisa buat nambah-nambah uang makan. Namun karena didesak terus-terusan apalagi ia menerangkan kalau pengajiannya bisa nambah wawasan kita. Akhirnya kakak mau juga diajak ikut ke tempat pengajian tersebut. Pengajian tersebut  berada di jalan Colombo, masuk kedalam gang-gang yang padat rumah namun walaupun padat jalananya termasuk sepi. Setelah ganti jalur bus sampailah kakak dan mahasiswa yang baru dikenalnya tersebut di sebuah rumah. Setelah masuk ke dalam rumah kakak saya langsung diajak masuk kesebuah ruangan yag disana juga telah hadir beberapa orang. Orang-orang itu mendengarkan ceramah dari seseorang yang disebut sebagai “Abi”. Kakak saya mendengarkan ceramah tersebut intinya tuh si Abi ngajak kita untuk bejihad. Kakak saya yang emang otaknya gak gampang dicuci terang aja ceramah yang didengarnya masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Karena pemahaman tentang berjihad di jalan Allah bukan begitu caranya, ya ceramah itu hanya lewat saja. Beberapa yang hadir mungkin kena deh tuh bujuk rayu si Abi untuk mau ikut berjihad. Lama juga tuh si kakak di dalam ruangan tersebut namun tak satupun pemahaman yang ia dengar diterima di otaknya. Hingga satu persatu dari orang yang hadir di ruangan itu dipanggil untuk ikut ke ruangan yang lainnya. Tibalah giliran kakak saya, ia pun ikut dibawa ke ruangan yang lain. Di sana ruangan itu isinya hanya ia dan seorang yang disebut Abi juga, ia diminta untuk menyerahkan uang yang ia bawa. Kalau mau ikut berjihad maka kakak saya harus menyerahkan uang yang ia punya. Kebiasaan kami selama ini kalau mau pergi kuliah hanya membawa uang secukupnya yaitu cukup buat ongkos dan cukup buat beli sepiring nasi dan segelas es teh jadilah isinya gak sampai 7000 rupiah. Tahun segitu ongkos naik bus masih 350 rupiah dan sepiring nasi beserta lauk ayamnya cuma 2500 rupiah  sisanya jaga-jaga kalau mau fotocopy catatan teman.  Jadilah saat si “Abi” minta kakak mengeluarkan uangnya ya sisanya gak sampai seribu rupiah. Si abi tanya punya uang gak di ATM? kakak saya bilang gak ada. Terus kapan adanya? Kakak saya didesak terus untuk mau menyerahkan uangnya. Emang kami gak punya uang ya kakak saya bilang “kalaupun ada uang pasti langsung habis buat kebutuhan kuliah” Kakak saya tidak menjelaskan kalau di Jogja ini ia tinggal bersama adik-adiknya dan tidak juga menerangkan kalau kami punya usaha jasa pengetikan. Karena dari awal kakak saya berfikir ajakan untuk berjihad ini sudah gak beres. Didesak terus terusan untuk mau menyerahkan uang sementara hari sudah menjelang malam kakak saya tidak diperkenankan pulang juga. Kakak saya bilang “kalau mau ya ambil aja uang ini tapi saya minta dulu 350 rupiah buat pulang nah sisanya ambil deh kalau mau Abi gunakan buat berjihad silahkan” ucap kakak saya. Orang tersebut bilang kalau kakak saya gak boleh pulang karena hari sudah malam, sudah gak ada bus. Tapi kakak saya tetap nekat bilang mau pulang aja, bus jalur 7 masih ada sampai jam 8 an. Di pikiran kakak saya yang penting bisa keluar dari tempat ini mau ada bus atau tidak pokoknya keluar dari rumah ini. Karena Kakak saya terus terusan mendesak mau pulang, kalau gak boleh pulang ya gpp tapi tetep saya mau pulang kata kakak saya. Akhirnya tuh si Abi nyerah juga, mungkin dilihatnya kakak saya gak mempan kali ya? Apalagi nih orang gak ada uangnya. Jadilah kakak saya boleh pulang, tapi kakak saya di ikuti oleh salah seorang dari mereka. Keluar dari gang gang kecil sampai juga lah di jalan Colombo dan benar saja bus jalur 7 yang mau pulang ke terminal lewat juga. Ternyata kakak saya tau kalau ia di ikuti juga, sampai di terminal ia jalan muter-muter di tempat yang ramai maksudnya ia mau ngecoh orang yang ngikutin. Ia jalan cukup jauh padahal sebenarnya tempat tinggal kami hanya butuh waktu 15 menit jalan kaki dari Terminal Umbulharjo. Karena hari sudah jam 9  lewat kakak saya rasa tuh orang udah gak ikutin cepat-cepat deh kakak saya masuk kerumah. Saat itu saya dan kakak saya yang lainya menunggu dengan cemas kemana aja tuh kakak kok belum juga pulang, tidak seperti biasanya ia pulang malam begini. Begitu lihat ia masuk rumah dan segera ngunci pintu kami yang didalam kaget “dari mana aja yuk?” ucap saya. “Sebentar-sebentar, ambilin minum dulu deh.” setelah ia minum baru deh ia menerangkan kalau ia habis ikut pengajian yang ternyata di pengajian itu adalah tempatnya orang yang dicuci otaknya. Hampir saja ia disekap sama kelompok Abi tersebut. Saya lihat kakak serius banget ceritanya, saya sih percaya kalau kakak gak bakalan terpengaruh dengan ajaran-ajaran sesat seperti itu. Hidup saja sudah susah ngapain dibuat susah dengan ikut-ikutan berjihat dengan jalan seperti itu.  Setelah kejadian itu anak-anak kost dipesanin kalau ada yang cari kakak saya bilang saja gak ada. Benar saja beberapa kali ada orang-orang yang tidak kami kenal mencari kakak saya. Hingga kesekian kalinya saya sudah cukup merasa terganggu, karena tuh orang nunggu kakak saya seharian di ruang teras. Akhirnya saya memberanikan diri untuk bilang terus terang sama tuh orang. “Mba, maaf ya Mb Ida (nama samaran) orang yang mba cari udah gak ada di sini lagi. Kalaupun ada gak usah deh kesini lagi karena orangnya gak mau ikut berjihad.” ucap saya. Si Mbak itu sepertinya kaget tapi ia senyum-senyum “Bukan gitu dek, maksudnya” ucapnya. Belum sempat ia menerangkan alasanya saya langsung potong pembicaraanya. “Udah deh, saya gak mau mendengarkan penjelasan mb. Pokoknya intinya kami anak-anak kost disini merasa terganggu dengan kehadiran orang-orang yang nyari mb Ida. Kalau masih juga ada orang-orang seperti mb yang cari Mbak Ida saya mau laporkan ke Pak RT,” ucap saya memberanikan diri. Mungkin nih orang takut kali ya, dengar gertakan sambel saya hehe2. Gak lama kemudian tuh orang pamit. Dan sejak saya bilang seperti itu gak ada lagi orang yang cari kakak saya. Allhamdulillah gak ada lagi yang ganggu ^_^ Dari kejadian seperti itu membuat saya berfikir ternyata bukan cuma saat saya SMA aja aliran aliran dan ajaran sesat mengatas namakan Allah itu ada. Ternyata sampai sekarangpun ada ajaran-ajaran yang bikin kita nurut aja ngikutin apa kata pimpinannya. Kalaupun disuruh mati untuk berjihad ya juga mau. Padahal jika kita mau berfikir jernih tuh ajaran gak ada bener-benernya acan. Pemahaman agama saya memang tak sedalam kebanyakan orang namun saya masih pakai otak untuk mau menyaring mana ajaran yang bener dan mana ajaran yang gak bener. Jangan asal berjihad aja. Mentang-mentang berjihad tuh dijamin masuk surga tetep aja berjihad yang kaya apa yang bisa allah jamin masuk surga. Kalau berjihad tapi merugikan banyak orang apa iya bisa dikatakan berjihad tuh? Mendingan juga berjihad dengan mendidik anak-anak kita agar ia bisa tumbuh menjadi pribadi yang baik. Berjihad memberi ajaran kehidupan yang benar pada putra putri kita, mengajarkan anak untuk tidak mengambil yang bukan haknya agar kelak ketika dewasa ia tidak menjadi pribadi yang korup. Berjihad agar anak-anak mau hidup saling hormat menghormati dan saling menyayangi antar umat manusia karena bejihad dengan membanggul senjata sepertinya bukan lagi jamanya deh. Yuk para ibu dan ayah kita berjihad membuat generasi muda kita menjadi generasi yang patut dibanggakan bukan karena prestasinya saja tetapi karena akhlaknya yang terpuji.Kompas

About Redaksi

Check Also

IMI dan Gallant Venture Teken MoU Tanda Segera Dimulainya Pembangunan Sircuit Formula One di Bintan

Inforakyat, Bintan- Rencana pembangunan Bintan International Circuit (BIC) untuk balapan Formula One (F1) akan segera …

Tinggalkan Balasan