Inforakyat, Tanjungpinang – Tidak hanya merusak kesucian ajaran Islam yang rahmatan lil alamin, radikalisme juga merusak sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa. Pembenturan kepentingan baik dari dalam maupun luar Islam, adalah upaya untuk melemahkan Islam itu sendiri. Hal ini terungkap dalam dialog deradikalisasi dengan tema ‘Radikalisme dan Tantangan bagi Generasi Muda’ yang digagas oleh Forum Pemberdayaan Pesantren (FPP) Kepulauan Riau bersama beberapa organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam se-Tanjungpinang, Senin (20/6) di Gedung Arsip dan Perpustakaan Kota Tanjungpinang.
Anggota Majelis Fatwa Majelis Ulama indonesia (MUI) Provinsi Kepri, Zubad Akhadi Muttaqin, yang hadir sebagai narasumber mengatakan bahwa pondasi berbangsa dan bernegara, yaitu Pancasila jangan dibenturkan dengan Islam. Radikalisme dan terorisme bertentangan dengan ajaran dan kaidah Islam, nilai-nilai Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 45, serta mengancam persatuan indonesia
“Yang terpenting adalah, mereaktualisasikan nilai-nilai Islam di dalam Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perkuat pondasi kebangsaan dan tanamkan semangat nasionalisme, ” katanya.
Sejarah mencatat, bahwa Islam masuk ke Indonesia melalui jalan dakwah yang panjang yang dilakukan oleh para juru dakwah dari beberapa negara. Dakwah Islam dialogis, akomodatif, dan adaptif masyarakat yang dilakukan para juru dakwah di masa awal-awal Islam masuk ke Indonesia berhasil menakliukan hati masyarakat Indonessia sehingga Islam dapat di terima di Indonesia melalui proses yang relative damai melahirkan ciri ke-Islam yang khas Indonesia, Islam yang toleran terhadap perbedaan dan keragaman.
“Tanggungjawab bersama untuk memperkuat nilai-nilai dasar kebangsaan dan mewujudkannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara atau kehidupan sosial sehari-hari, ” katanya.
Sedangkan, Kepala Kementrian Agama Kota Tanjungpinang, Muhammad Nasir dalam paparannya menyebut, bahwa dalam memahami setiap permahasalahan, harus merujuk pada Al Qur’an dan Al Hadist. Bibit-bibit radikalisme atas nama agama dapat muncul, dari ketidakpahaman dalam beragama, mudah mengkafirkan dan condong menafsirkan sesuatu dengan logika.
“Bertanya dan belajar kepada ulama jika menemui masalah, jangan sekali-kali menafsirkan sesuatu tanpa memiliki ilmu. Perkembangan teknologi yang pesat, memaksa kita untuk mampu memfilter berbagai informasi yang masuk. Salah satunya informasi yang diperoleh melalui google perlu diverifikasi dahulu, ” katanya.
Derasnya arus informasi menuntut lebih giat menyuarakan kebenaran dan waspada atas berbagai efek negatif era global. Maraknya gerakan radikalisme agama, kapitalisme serta komunisme merupakan salah satu dampak negatif globalisasi yang kini menjadi tantangan terberat dakwah Islam. Menangani persoalan terorisme tidak dapat disederhanakan hanya melalui pendekatan hukum semata tanpa mencabut akar-akar persoalan yang melingkupinya. Banyak faktor yang melatarbelakangi, aksi-aksi terorisme. Beberapa diantaranya adalah faktor sosial, ekonomi serta kepentingan politik.
“Bagaikan membersihkan rumput ilalang walau sudah ditebas dan dibakar akan tumbuh kembali dengan cepat, pemberantasan terorisme harus dilakukan sampai ke akar-akarnya dan harus pastikan tidak ada yang tertinggal, ” katanya.
Kementrian Agama mendukung kegiatan deradikalisasi dalam upaya menurunkan paham radikal dari kecenderungan memaksakan kehendak, keinginan menghakimi orang yang berbeda dengan mereka, keinginan keras mengubah negara bangsa menjadi negara agama dengan menghalalkan segala macam cara.
“Ormas-ormas Islam perlu terus diberdayakan untuk bersama-sama menangkal aksi-aksi radikal dan terorisme. Salah satunya, dengan bersama-sama mengadakan kegiatan seminar kegamaan dalam upaya deradikalisasi, ” terangnya.
Sementara dari kalangan akademisi, Muhammad Suradji, yang juga sekretaris Pimpinan Muhammadiyah Tanjungpinang mengatakan bahwa perlu adanya upaya yang lebih humanisme dalam menangkal radikalisme. Kegiatan yang dihadiri oleh sekitar 160 peserta terdiri dari mahasiswa, mubaligh dan remaja masjid yang ada di Tanjungpinang.
Ketua pelaksana, Shandi mengatakan bahwa generasi muda sebagai penerus estafet pembangunan negara perlu diperhatian sejak dini. Banyaknya kelompok-kelompok radikal yang sering mengatasnamakan agama, melakukan reckrutmen terhadap anak-anak muda.
“oleh karena itu, kegiatan ini kita fokuskan kepada remaja dan generasi muda di Tanjungpinang,” katanya. (***)